Sebatas Melody
Aku terbangun. Kepalaku masih pusing dan berat, tapi
Melody sudah di hadapanku dan tersenyum padaku. Rambutnya yang panjang dan sedikit
berwarna hi-lite, senyumnya membuat aku makin semangat untuk beranjak dari
kasur.
Kutatap matanya yang terus menatap mataku. Senyumnya kini
makin manis. Ku belai sedikit rambutnya. Kini matanya menatap ke jam dinding
yang berada di belakangku. Aku mengambil handuk lalu bergegas ke kamar mandi.
Ku starter mobil. Suara Melody kini terbisik di
telingaku. Karena masih pagi kubuka kaca mobilku, wajah Melody terpantul di
kaca, ia tersnyum kepadaku. Selama perjalanan menuju kampus suara Melody makin
merdu.
Sesampainya dikampus aku mencari parkiran. Aku tidak
dapat parkir dekat dengan gedung kuliahku. Setengah jam lebih aku mencari
parkiran tetap tidak dapat. Sebagai senior aku gagal.
Kuparkir agak jauh dari gedung kuliahku. Lantunan Melody
makin pelan. Sebelum keluar mobil, aku memegang pipi Melody dulu, senyumnya
makin manis padaku. Aku keluar mobil dan Melody di mobil menungguku. Kubawa
berkas fotokopian dan binder saja.
Matahari makin terik. Aku bergegeas menuju mobilku tak
sabar bertemu Melody yang menungguku. Dari jauh orang-orang mengerubungi
mobilku. Langkahku makin cepet mencari tahu apa yang terjadi. Pintu
mobilku terbuka. Tepat pintu mobil tempat duduk Melody menungguku.
“Melody!!” teriakku keras. Orang – orang kerumunan itu
melihat ke arahku.
Aku mencari Melody di mobil tidak ada.
“Mana Melody??” tanyaku tegas kepada orang –
orang yang berada mengerubungi mobilku.
Satu orang maju kehadapanku dan bicara dengan
gugup. Seorang pria, botak, dengan perawakan lebih muda dariku. Ya, itu adalah junior
dikampusku. Setiap junior wajib botak di semester pertamanya.
“A..Aku melihat
seseorang berjaket jeans biru membawanya”gugup suaranya kepadaku.
“Kemana dia? Apa Melody terluka?” tanyaku sambil menarik
kerah bajunya.
“Dia lari, ke arah...” junior itu menunjuk ke arah sebuah
gang.
Aku berlari menuju gang itu. Ketika aku ingin masuk ke
gang, seorang teman menarikku. “Lo tau kan itu gang isinya preman kampus semua
dari macem-macem jurusan?”. Aku menghiraukannya.
“Gue gak rela Melody di ambil sama orang lain.”
Aku memulai langkah di gang itu. Beberapa
mahasiswa garis keras menatapku. Badan mereka lebih besar, wajah mereka
lebih seram daripada aku. Seorang berbadan besar menghampiriku.
“Ada yang nyasar nih
kayaknya..” sapa orang besar itu kepadaku.
“Gue lagi cari Melody.” Ujarku.
“Ha? Melody?” Orang itu heran.
“Bro,
apa ada orang yang berperawakan badannya gak lebih tinggi dari gue, pake jaket
jeans?” tanyaku pada orang itu.
“Oh..Si Ndeso. Ada urusan apa lo sama dia?”. Jawab pria
berbadan besar.
“Dia bawa kabur Melody”. Ucapku.
Pria itu nampak kesal
denganku. “Lo daritadi bikin gue bingung, siapa sih Melody? Seberapa penting
dia buat lo?”.
Aku mulai kesal, pria itu membuang waktuku. “Melody
penting buat gue, elo yang gak penting buang waktu gue”
Pria itu makin kesal. “Ini daerah gue, elo jangan sok
jagoan disini, gue jagoannya!!” Pria itu mendorongku keras.
Aku bangun dan menendang kepalanya. Ia tersungkur.
Beberapa temannya datang menghampiriku.
Kuambil bambu panjang yang ada di dekat selokan. Kuhantam
semua kepala preman katro itu. Keinginanku mengejar Melody sepertinya memberiku
kekuatan untuk melawan cecunguk itu. Aku segera berlari.
Nafasku terengah-engah. Kulihat sekelilingku tak ada
orang yang mirip dengan si Ndeso. Aku berjalan pelan sambil perhatikan
sekelilingku. Di sebuah warung, ada seseorang dengan jaket jeans membeli rokok
ketengan. Ia membakar rokoknya, mengembuskan asap. Aku mulai
mendekatinya.
“Melody” ucapku kepada pria itu.
Pria itu menatapku. Ia membuang rokoknya dan segera berlari.
Aku mengejarnya, demi Melody kukerahkan seluruh tenagaku. Kutangkap pria
itu dari belakang. Ia melawan. Tapi aku lebih kuat.
Ku seret dia ke sebuah warung yang tutup.
Kutarik kerah bajunya. Kepalanya kujedotkan ke tembok kayu.
“Dimana Melody?”
Tanyaku. Pria itu diam.
Aku hantam kepalanya dengan tembok dibelakang kepalanya.
“Dimana Melody?”. tanyaku keras
“Seingin itukah kau memilikinya?” balas si pria berjaket,
kali ini aku yang diam.
“Jangan pernah terlalu cinta dengan sesuatu. Jika hilang
baru tahu rasanya saat ia tak ada”. Lanjut pria itu.
“ini bukan perasaan cinta. Tapi ini perasaan, yang tak
ingin kehilangan dan memiliki dia.” kataku.
Pria itu mulai mengucap sesuatu dari mulutnya.
“Basement, tower kampus, jam 7 malam.” Aku melepas
cengkramanku.
“Kenapa Melody bisa ada disana? Dengan siapa Melody
disana?”
“Jangan mencari tahu jawaban yang tidak ingin kau tahu.”
Aku berdiri meninggalkan pria itu. Saat berjalan, pria
itu berteriak kecil padaku.
“Kau bisa cari Melody yang lain.” Aku melanjutkan jalanku
dan menghiraukan dia.
*
Malam tiba. Aku mulai masuk ke basement tower kampusku.
Di lorong itu, aku berdiri sendiri. Tidak ada orang lain. Berkali-kali aku
melihat jam tanganku. Penasaran aku menanti siapa orang yang membawa Melody.
Dari arah belakangku, ada seorang temanku. Temanku dari
awal masuk kuliah. Ia berjalan ke arahku sambil membawa Melody. Melody masih
bisa tersenyum manis padaku. Tapi kali ini dia diam tak bersuara.
“Melody...” kataku sambil menatap senyum manisnya.
“Hebat, gue kira lo ngga bakal sanggup lewatin preman –
preman gang itu” Kata temanku itu.
“Jadi, preman sama orang yang tadi?” Tanyaku heran
“Iya, ini semua rencana gue buat dapetin Melody. Kita
emang temenan dari dulu. Tapi kalo masalah Melody, keberuntungan lo milikin dia
cukup sampe malem ini.” Kata temanku.
“Serahin Melody ke gue!!” mintaku pada temanku.
Ia hanya tersenyum. Tiba-tiba, “DUGG!!” aku pingsan.
*
Sebuah percikan air muncrat di wajahku. Aku duduk dan
diikat disebuah kursi. Didepanku ada 3 preman gang dan temanku.
“Dimana Melody?”. Tanyaku keras pada orang – orang itu.
”Melody sekarang udah jadi milik gue. Gue harap lo gak
usah cari dia lagi. Atau gue Dor kepala lo” Ancam temanku padaku.
Sebuah pistol berada di depan wajahku.
“Gue dapetin Melody susah payah, dan sekarang lo pengen
ngerebut dia dengan cara kayak gini? Mending lo pecahin kepala gue daripada gue
liat lo sama Melody dengan cara kayak gini.”
“DOR!!!!” sebuah peluru masuk ke kepalaku. Ujung
pistol itu masih berasap. Aku tersungkur jatuh. Terlihat darah berlumuran di
lantai. Tatapanku makin gelap. Yang bisa kulihat dan kurasa hanya sebatas
Melody.